Mungkin Benar
[Suatu Senja Ramadhan di Keraton]
Rasanya sengatan matahari sudah tidak lagi menyiksa kulitku. Walaupun aku masih bisa merasakan keringat segar mengucur di dadaku namun segalanya menjadi lebih baik kala senja di bulan Ramadhan tiba. Mungkin diantara kerumunan ini hanya aku yang sejak satu jam yang lalu menatap ponsel dengan berwajah harap-harap cemas. Ya, aku sedang cemas namun berharap pula.
20 menit kemudian salah seorang panitia menutup acara. Sungguh. Ketika keluar dari pendopo keraton, aku bisa merasakan angin menyentuh kulit wajahku dengan lembut. Aku bisa melihat jilbab cokelat yang kukenakan terayun sedikit karenanya. Akhirnya...
Tiba-tiba ponselku berbunyi singkat. Sebuah pesan dari seseorang yang selalu mengembangkan senyumku. Kira-kira isinya seperti ini:
"Ada dimana? Gue udah di depan pintu gerbang deket lapangan."
Seketika jantungku mau jatuh ke tanah. Tubuhku meresponnya dengan keringat dingin.
Ku percepat langkahku keluar keraton yang ramai. Rasanya ingin cepat-cepat melihat wajahnya. Wajah itu! Wajah yang selalu membuatku meleleh. Wajah yang selalu membuatku pasrah padanya dan berserah pada-Nya.
Sesampainya di gerbang pintu keluar keraton sepasang mataku tak menangkap kehadirannya. Tanganku segera mencari ponsel di saku rok yang kukenakan lalu mengirim pesan padanya yang isinya kira-kira begini:
"Eh dimana? Gue udah didepan gerbang pintu masuk keraton. Geura sini."
Sambil mengembalikan ponselku ke tempatnya, mataku terus menyapu seluruh pandangan. Berharap mataku menangkap wajah itu. Menunggu dibawah pohon tua yang besar dibawah sinar oranye matahari senja. Langit kian lama kian gelap. Beberapa kali aku menghela napas, berharap yang ditunggu segera datang.
AKHIRNYA!
Mataku menangkap sosoknya yang baru saja menghentikan mesin kendaraan beroda dua yang ia tumpangi tak jauh dari tempatku.
"Hey!"
Mungkin teriakanku terdengar aneh ditelinganya. Aku pun sudah tak peduli dengan suaraku. Rasanya lelah. Ingin bersandar pada sesuatu.
Wajah itu! Ia menatapku sambil tersenyum.
Wajah itu! Aku yakin sekali bahwa aku sudah meleleh saat itu juga.
***
[Suatu Malam di Bulan September]
Seusai shalat Maghrib, seseorang mengirim pesan singkat yang kira-kira isinya begini:
"Gue otw ya. Tunggu dirumah."
Jantungku serasa melayang di udara seperti balon gas. Panik. Apa yang harus aku siapkan? Apa yang harus aku lakukan? Saat-saat seperti ini aku selalu merasa berantakan. Sungguh!
Alhasil aku hanya berganti pakaian; kaus berwarna cokelat tua dengan dipadukan celana training panjang. Aku masih merasa berantakan. Biarlah, pikirku.
Sekitar 30 menit kemudian terdengar suara dari pagar rumahku dan pesan singkat di ponselku kira-kira isinya begini:
"Gue udah didepan. Keluar ayo."
DENGG!!
Mataku melotot pada deretan kalimat itu. Siap tidak siap, aku tak ingin membuatnya menunggu alhasil ku putuskan untuk keluar.
Wajah itu lagi! Oh dia serius. Oh dia ada di rumahku saat ini juga. Oh dia .... tampan.
***
Mungkin benar dia orangnya. Seseorang dari masa lalu yang hingga saat ini aku masih berdoa untuknya agar ia menjadi masa depanku kelak.
Mungkin benar dia orangnya, namanya tak pernah lupa aku sebutkan dalam setiap perbincanganku dengan Tuhan.
Mungkin benar dia orangnya, yang dikirim Tuhan untuk membimbingku suatu hari nanti.
Tuhan, Engkau tahu benar apa yang aku inginkan terlebih yang aku butuhkan. Semoga Engkau me-ridha-i apa yang aku kehendaki.
Amin Ya Rabbal'alamin.
0 komentar