Tentang Waktu dan Menjadi Dewasa

by - April 22, 2015

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Dahulu saat saya masih berusia belasan tahun lebih tepatnya saat saya duduk dibangku SMP & SMA, ingin sekali rasanya segera tumbuh dewasa; menjadi pribadi yang bebas menentukan pilihan dalam hidup, tidak ada lagi yang mengatur harus ini-itu, dan sebagainya. Saat itu saya rasa menyenangkan rasanya apabila menjadi orang dewasa dengan pemikiran yang matang, mandiri, dan mapan.

by Google Images


Namun, kehidupan berkata lain.. Sampai akhirnya saya belajar banyak mengenai hidup dan menjadi dewasa.
Tahun 2015 memberi saya tantangan sekaligus pelajaran. Kehidupan ini mengajarkan saya bahwa setiap manusia akan tumbuh dan berkembang, yang kecil akan menjadi besar, yang pendek akan menjadi tinggi, dan yang sempit akan menjadi luas.
Sedikit cerita, akhir-akhir ini saya sedang banyak sekali pikiran yang mengganggu tidur saya, salah satunya yakni,

"Kelak saya akan bekerja dimana? Bagaimana saya menghidupi diri saya sendiri tanpa meminta pada orang tua?"

Saya sadar bahwa saya tidak bisa selamanya menggantungkan hidup pada kedua orang tua pun keluarga lainnya. Saya bukan tipe yang terlalu senang bergantung pada orang lain, saya lebih senang berkegiatan yang menghasilkan sesuatu dari hasil sendiri. Sudah 2 tahun belakangan ini saya hidup merantau di kota orang dan tidak pernah meminta yang muluk-muluk selain uang kuliah dan biaya hidup disini. Hanya itu. Untuk keperluan foya-foya saya lebih banyak menggunakan uang hasil tabungan saya sendiri.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


"Kaka mau mulai coba melamar kerja dimana?" Tanyaku pada sang kekasih, (sebut saja) Kaka setelah ia dinyatakan lulus dari masa perkuliahannya selama ini.

"Belum tahu, Bie. Tapi Kaka bakal cari info sebanyak-banyaknya dari orang-orang terdekat; dari Ibuk, Om, atau dari saudara-saudara lainnya." Jawabnya seadanya.

Iya, saya tahu, perkara mencari dan mendapatkan pekerjaan yang cocok tidak semudah membalikkan telapak tangan namun setidaknya saya tahu ia telah berusaha. Ada masanya saya sangat rewel dengan sang kekasih karena ia belum juga mendapatkan pekerjaan yang cocok hingga akhirnya ia merasa saya terlalu memaksakannya. Saya tahu itu tidak baik, saya bukanlah resmi menjadi istrimu namun telah memaksamu untuk segera bekerja. Saya tahu saya salah.

Ada satu ketika dimana saya sendiri memiliki permasalahan klise anak kost; kekurangan uang dan beberapa rupiah uang terpakai untuk foya-foya yang seharusnya tidak perlu saya lakukan. Setengah mati saya sedang berusaha untuk berhemat, yang penting cukup untuk kebutuhan primer (makan, minum, ongkos kegiatan wajib, dan pulsa internet sewajarnya ,_.)
Saat itulah saya berpikir bahwa seharusnya uang tidak dibuang untuk foya-foya yang tidak perlu. Mungkin seharusnya saya lebih menghargai uang. Ya, siapa di dunia ini yang tidak butuh uang?


-------------------------------------------------------------------------------------------------




"Maaf ya, Lul, selama ini aku curhat terus ngeluh terus ke kamu tentang perasaan aku ke (sebut aja) Kiran. Maaf ya kalo keluhan aku jadi beban buatmu, aku tahu kamu pasti punya beban yang lebih berat daripada aku." Jelas salah satu teman baikku (laki-laki) (sebut saja), Agus.

"Oh iya kalem weh atuh, Gus. Aku juga ga keberatan kalo kamu cerita, daripada di pendem sendiri kan bisa stres juga. Lama-lama kepalamu bisa meledak." Jawabku.

Agus, adalah salah satu sahabat saya yang hingga detik ini masih gagal move on dari mantan kekasihnya, Kiran. Wajar saja, mereka menjalin kasih sudah sejak kelas 1 SMA hingga tahun pertama kuliah (kurang lebih 4 tahun). Bagaimana seseorang dengan mudah melupakan dan mengenyahkan segala kenangan yang telah tercipta selama 4 tahun? Bagaimana seseorang bisa dengan mudah merelakan pujaannya dimiliki orang lain saat perasaan sama seperti kencan pertama masih ada?
Jujur saja, saya pun pernah mengalami hal yang sama seperti Agus, namun saya hanya 2 tahun yang sesungguhnya tidak benar-benar menjalin hubungan dengan jelas. Sempat berkali-kali saya pun gagal move on dari pria tersebut. Namun dengan rasa terima kasih sebesar-besarnya pada Allah akhirnya saya berhasil move on.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Hingga pada suatu malam saat saya sedang asik cekikikan dengan sang kekasih via pesan singkat, seorang sahabat bercerita mengenai pahitnya hidup setelah lulus kuliah. Mungkin maksudnya adalah pahitnya perjuangan tiap orang setelah lulus sekolah/kuliah.

Dari perbincangan tengah malam dengannya, saya mengambil kesimpulan bahwa pada masa transisi umur belasan menuju kepala 2 memang tidaklah mudah. Mungkin sedikit banyaknya dibebani pada tanggung jawab untuk menjadi dewasa dengan pribadi yang mendiri, mapan, dan matang. Sederhananya, mari kita sempitkan pada topik masalah pekerjaan.

Pekerjaan merupakan hal yang mutlak dibutuhkan bagi setiap orang yang mau bekerja. Masalahnya adalah di negeri kita tercinta ini jumlah pencari kerja tidak sebanding dengan adanya peluang kerja. That's the main problem.


-------------------------------------------------------------------------------------------------


Jujur saja saat ini memang saya sedang butuh uang atau lebih tepatnya pekerjaan untuk mahasiwa tingkat akhir seperti saya yang mau bekerja. Apa sajalah yang penting halal. Kekasih saya pun lebih membutuhkan pekerjaan. Teman-teman saya yang lain pun memang ada yang hingga saat ini masih mencari pekerjaan idamannya. Dan pada dasarnya semua manusia membutuhkan uang.

Semakin dewasa ini semakin saya sadari bahwa untuk membangun suatu rumah tangga tidak cukup hanya dengan cinta. Banyak segala hal tentang pernikahan yang perlu dibayar. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak cukup dengan bangun santai dan nonton televisi di rumah. Banyak hal yang perlu diusahakan agar kita dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa ketergantungan. Kerumitan masalah kehidupan dewasa ternyata lebih rumit dibandingan perkara putus cinta dan gagal move on.

Semakin dewasa kita memiliki beban yang tidak bisa dianggap ringan. Ya, beban yang akan kita pikul berat. Semakin dewasa semakin banyak hal rumit yang kita pikirkan demi kelangsungan hidup di kemudian hari. Semakin dewasa semakin banyak tanggung jawab yang menanti untuk kita penuhi satu per satu. Semakin dewasa kita dituntut untuk hidup mandiri karena kita adalah manusia dewasa.

Menjadi dewasa memang menyebalkan. Mungkin ini yang dinamakan perjalanan awal. Saya selalu teringat keinginan saya dahulu kalau saya ingin sekali segera dewasa dan memiliki pekerjaan sehingga saya dapat hidup sesuai apa yang saya mau. Entahlah.. Namun rasanya saya belum siap untuk menghadapinya. Tapi hidup semakin ke depan tidak akan menunggumu untuk siap. Ia akan terus menghampirimu dari waktu ke waktu, dari dari waktu ke waktu beban yang diberikan akan semakin berat dan tanggung  jawab yang semakin besar.

Saya mungkin sedang berada pada proses menuju hidup sebenarnya. Hidup menuntut saya berpikir dan berusaha lebih keras dan lebih mandiri dari sebelumnya,
Semoga Tuhan selalu memudahkan segala hajat kita. Aamiin ya Rabbal'alaamiin.




Love,



nrlhdyn.



PS: Agus dan Kiran adalah nama samaran. Hidup foya-foya tidak pantas dicontoh.
Dilarang menduplikat tulisan ataupun gambar tanpa seijin penulis.

You May Also Like

0 komentar