Bagaimana Bila Tak Ada Lagi "kita"?

by - Juni 27, 2017

Suatu hari suatu hal terlintas dipikiranku. Satu pertanyaan bergelayut dalam kepalaku, "Bagaimana bila tak ada lagi "kita"?"

Menyedihkan.
Itu hal pertama yang terlintas salam kepalaku. Aku takut untuk bahkan memikirkannya.

Aku memang takut akan segala hal yang berbau kehilangan.

Kamu sudah kuanggap sebagai rumah. Tempat dimana aku pulang berbagi keluh kesah dan bahagia setiap hari. Tempat dimana aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus merasa malu akan diriku sendiri. Tempat dimana aku bisa berlindung dari hal-hal mengerikan diluar sana yang membuatku ketakutan.
Kamu memang tak pernah tahu seberapa berartinya kamu untukku.
Kamu memang tak pernah tahu bahwa kamu adalah rumahku, tempat aku berakhir dan memasrahkan diri pada hari-hari di kehidupanku.
Kamu memang tak pernah tahu bahwa kamu adalah tempat aku bisa lari ke arahnya.
Kamu juga tak tahu betapa aku sangat membenci kehilangan.


Bagaimana jika suatu hari nanti setelah perdebatan kita yang melelahkan di sepanjang hari, tak akan ada lagi "kita"?

Bagaimana jika suatu hari nanti setelah perdebatan kita yang membuat sakit kepala setiap malam, tak akan ada lagi dirimu?

Bagaimana jika suatu hari nanti ketika aku telah lelah dan menyerah terhadap hari di hidupku dan aku ingin pulang namun tak ada rumah untukku kembali? Dan kamu.. tak pernah ada disana lagi?

Katakan... Kemana aku harus pulang? Kemana aku harus berlari?
Katakan... Kemana aku harus mengadu dan berpasrah diri setiap hari? Kemana aku harus tinggal dan menyerahkan diriku sepenuhnya?
Katakan... Kemana "kita" yang dulu berjanji bersama? Kemana "kita" yang dulu berjanji mempertahankan?


Hari ini kamu masih menjadi rumahku. Hari ini masih ada "kita" untuk kupeluk setiap malam. Hari ini masih ada "kita" untuk ku impikan berbahagia dimasa mendatang. Hari ini kamu masih memelukku erat.

Namun entah besok atau lusa, satu atau dua minggu lagi, dua atau tiga bulan lagi, satu tahun atau dua tahun lagi bila hari itu tiba dan tak ada lagi "kita", aku akan mengutuk diriku sendiri dalam ketakutan, atau mungkin bahkan aku akan takut untuk kembali masuk ke dalam rumah lain untuk sekedar mengenal.

Karena aku takut aku akan kehilangan rumah untuk kedua kalinya dan aku tak akan sanggup melewatinya.

Aku ingin kamu, rumahku selamanya, rumahku yang terakhir.

You May Also Like

0 komentar