Jurnal #13 — Pengingat Kematian

by - Januari 03, 2019

January 3rd, 2019


kelahiran, jodoh, dan kematian adalah tiga hal yang masih menjadi misteri. kita tak bisa memilih kapan kita dilahirkan atau dari keluarga mana kita berasal. kita tak bisa memaksakan seseorang menjadi jodoh kita bila memang Tuhan tak menggariskan demikian, pun kita tak tahu siapa jodoh kita sebenarnya yang telah Tuhan siapkan atau kapan dan di mana akan bertemu jodoh. kemudian kematian adalah hal yang paling pasti dalam hidup setiap makhluk yang bernyawa, pun tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. semua adalah rahasiaNya, dan akan selalu menjadi rahasiaNya.







hari ketiga di tahun 2019. kabar duka datang secara tiba-tiba di saat riuh kembang api dan segala euforia perayaan pergantian tahun masih terngiang dalam kepala. terkadang aku bertanya padaNya, untuk apa semua peristiwa yang ada di depan mataku dan kurasakan dua bulan belakangan ini? apa maksudNya? apa tujuanNya? jawaban tak kunjung kudapatkan.


hari kedua di tahun 2019 selepas petang seorang rekan kerja mengabarkan kabar duka—kabar kematian—yang menimpa rekan kerja kami yang lain. rasanya menakutkan memang bila kita membayangkan kematian. membayangkan hal-hal perihal kematian; saat diambil nyawa, saat tubuh tak bernyawa dimandikan, saat orang-orang mendoakan, saat orang-orang membawa jasad ke tempat pemakaman kemudian meletakkannya ke dalam liang lahat, saat tanah-tanah mulai menimbun dan orang-orang mulai meninggalkan jasad yang terkubur itu sendirian.


hari ini aku menyaksikan sebuah acara pemakaman seorang rekan kerja senior yang pernah bekerja sama denganku beberapa kali. hubungan kami memang tak terlalu dekat, namun kami memiliki hubungan baik. beliau tak pernah menjadi sosok yang menyebalkan di mataku, beliau hanya menjadi dirinya sendiri dan itu sama sekali bukan masalah untukku. istrinya tak kuasa menahan kesedihan ketika menyaksikan jasad suaminya mulai terkubur dalam tanah. raut wajahnya dikelilingi awan mendung, yang mungkin tak akan ada pelangi setelahnya.


i've been wondering what if i were her.


akan sangat amat menyakitkan ketika seseorang yang menjadi teman seumur hidup kita, seseorang yang telah menjadi belahan jiwa, berpuluh-puluh tahun bersama mengarungi kehidupan dalam suka dan duka, membangun semuanya dari nol hingga mencapai titik dimana harta benda bukanlah hal yang paling berarti di dunia ini; pergi meninggalkan dan tak akan pernah bertemu lagi. serindu apapun hati ini, tak akan bisa terlampiaskan dengan bertemu dengannya. 


bagaimana bila hal tersebut terjadi padaku? i have no idea just to imagine that.








menyaksikan kematian adalah sejujur-jujurnya pengingat bahwa semua manusia akan berpulang padaNya. sebuah pengingat bahwa harta benda tak akan dibawa ketika kita berpulang nanti, bahwa tak ada seorang manusia pun yang memiliki kuasa dalam mencegah kematian. suka atau tidak suka, kematian kelak akan menjemput setiap dari kita satu per satu. sebuah pengingat bahwa ketika manusia berpulang padaNya, hanya kebaikan-kebaikan dalam dirinya lah yang akan terbawa, mengiringi setiap langkahnya sampai bertemu sang pencipta. 




semoga tenang di alam sana, rekan sekaligus guruku.







(nrlhdyn — 03/01/2019)

You May Also Like

0 komentar