Surat untuk Papa

by - April 09, 2014

Bandung, 09 April 2014


Dear Papa.

Bagaimana kabarmu, Pa? Semoga sehat selalu.
Papa tahu, hari ini gadis kecilmu mendadak sakit kepala mengingat dirimu yang berada ratusan kilo meter dari tempatku saat ini. Membayangkan sedang apa kau di sana bersama kehidupan barumu yang kuharap membuatmu bahagia dan nyaman, senyaman bersama aku, Aa, dan Mama.

Tahun ini usiamu sudah 47 tahun, 'kan? Aku selalu berharap Papa diberikan kesehatan, sesibuk apapun Papa dengan pekerjaan. Jangan lupakan istirahat. Aku tahu, kau membanting tulang siang-malam hanya untuk semua kewajibanmu dapat kau penuhi. Ya, 'kan, Pa?

Aku mendadak mengingatmu malam ini bersama dengan seorang pria yang amat aku sayangi. Ingin rasanya bercerita tentang dirinya padamu, menceritakan betapa baiknya dia pada putrimu ini. Aku berharap, kau dapat bertemu dengan pria tsb suatu saat nanti.
Dan malam ini mendadak pria tsb melemparku pada ingatan tentangmu, Pa. Beberapa memori menyenangkan bersamamu mendadak terputar kembali di otakku.

Aku ingat sewaktu aku masih anak-anak sekali hingga SMP, aku masih sering menjadikan pahamu sebagai bantal untukku bersantai saat kita sedang bersama di ruang televisi. Lalu saat aku dapat duduk di pangkuanmu. Dan aku ingat sekali saat Papa mengusap-usap kepalaku sesaat sebelum aku pergi ke sekolah, dan Papa selalu bilang, "Belajar yang bener, ya." Aku selalu ingat suaramu saat itu.

Papa tahu, aku ingin mengulang semuanya. Semuanya. Kalau bisa dari sejak aku lahir ke dunia. Dan kalau bisa, aku ingin sekali mencegahmu melangkah keluar rumah jauh sekali seperti saat ini, hingga untuk kembali saja rasanya ada keraguan berat dalam dadamu. Papa tahu, ingin rasanya aku membunuh hal-hal yang membuatmu menjauh dari rumah. Membunuh segala hal dan siapapun yang merusak hangatnya rumah kita.


Aku ingin belajar matematika lagi bersamamu. Aku rindu. Amat. 



Papa selalu memanggilku dengan sebutan apapun sesuka hati. Sekalipun Papa memanggilku dengan nama yang aneh, tapi ajaibnya aku tidak pernah keberatan sedikitpun.



Pa, aku tahu, Papa adalah orang yang baik, pria yang bertanggung jawab. Papa bukan seperti yang mereka katakan. Aku benci saat mereka berkata, "Ayahmu berengsek!" Mereka tidak berhak berkata seperti itu. Ya, aku tahu, Ayahku memang berengsek, lantas kenapa? Iya memang Ayahku meninggalkan kami dirumah ini, lantas kenapa? Yang tahu se-bangsat apa Papa hanya keluargaku.

Mereka tidak tahu apa-apa. Bahkan mereka tidak berhak sekecilpun mengatakanmu seperti itu.


Aku tahu, jauh di lubuk hatimu masih ingin memeluk kami kembali, ya, 'kan, Pa? Jauh di lubuk hatimu masih inginkan kami kembali, ya, 'kan, Pa?


Aku ingin kembali bermanja di pangkuanmu, memelukmu dari belakang, dan membuatmu tertawa setiap hari seperti dulu. Aku ingat sekali kata Mama, "Kalo udah kumpul gini mah pasti kamu sama Papa ribut ketawanya."

Pa, tahun ini usiaku sudah cukup dewasa, 'kan, untuk menentukan sikap mana yang ku pilih? Dan siapa saja orang yang masuk ke kehidupanku?
Pria yang kini bersamaku ini, tidak apa, 'kan, apabila aku bersamanya? Suatu saat aku akan mengenalkannya padamu jika waktunya tiba. Pasti. Dan aku amat berharap Papa mempercayainya, karena aku pun percaya padanya. Aku tahu mungkin berat buatmu memberikan kepercayaan pada pria yang belum kau kenal, namun percayalah, Tuhan dan dia akan menjagaku bersama.

Ijinkan aku tumbuh dewasa, dan tetap menjadi putri kecilmu satu-satunya di dunia ini. 

I Love and Miss You Too, Daddy.





With Love



Nurul Hadiyani






You May Also Like

2 komentar

  1. dari tadi tulisanya bagus bagus rul udah gue kepoin haha sukses ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahah dasar bang jek. haha sukses terus juga ya buat kamu, jak. :D

      Hapus