Sebuah Siklus Kehidupan

by - Agustus 16, 2018

Hai.

Rasanya sudah terlalu lama saya belum nulis apapun di sini. Resolusi 2018 terluluh lantakkan oleh kesibukkan pekerjaan membuat saya sedikit agak "gila" sebab banyak hal yang tak saya keluarkan dari kepala berupa kalimat demi kalimat.

Akhir-akhir ini saya menyadari banyak hal tentang kehidupan. Tentang siklus kehidupan manusia, tentang betapa pentingnya menghormati, tentang dinamika kehidupan berkeluarga, hingga tentang betapa pentingnya menjadi orang baik di dunia yang semakin membuat kewarasan sedikit-dikit menjauh.



***

(Source: Pinterest)

Pernah nggak sih terpikirkan oleh kita bahwa semakin hari setiap kita memandang wajah kedua orang tua kita, kita merasa mereka semakin tua dan semakin bergantung pada kita? Mereka akan semakin tua dan merapuh, dan kita akan semakin tua dan dewasa? Mereka akan semakin tua dan lemah, dan kita akan semakin tua dan bertanggung jawab atas mereka?


Saya sering melihat wajah mereka, mengamati setiap garis kerut di wajahnya, membayangkan apa saja yang telah mereka lalui dalam hidupnya hingga bisa mencapai di titik seperti saat ini. Kehidupan yang seolah terbang di atas awan dan menyelam samudera pun sepertinya mereka telah lalui. Oleh karenanya saya suka sekali mendengar cerita nostalgia mereka tentang bagaimana kehidupan mereka dulu kala muda. Hingga saat ini mereka tak lagi menikmati dunia seperti saat mereka muda.

Hal tersebut membuat saya menyadari satu hal, adalah kita adalah saya yang mau tak mau harus siap untuk menopangnya di usia senja. Adalah tanggung jawab kita untuk merangkulnya saat tubuhnya tak sekuat dulu. Adalah kita yang kini merawatnya, sebagaimana mereka merawat dan mengasuh kita saat kita masih "se-onggok" biji yang terlalu lemah untuk menghadapi dunia yang besar.

Siklus.

Saya terlahir ke dunia dan mereka merawat dengan ikhlas, dengan tanpa mengenal lelah. Saya bersekolah dan mereka mendidik dan membanting tulang, dengan tanpa mengenal siang atau malam. Saya bekerja, dan mereka hanya tersenyum bangga. Hingga kelak jika suatu hari itu datang, mereka hanya akan mengantarkan saya ke gerbang pernikahan. Dan mereka hanya tersenyum bahagia.

Sebuah siklus yang tidak bisa kita hindari. Kita tak terlahir dari sebuah telur pecah. Kita tak terlahir secara tiba-tiba ada di dunia ini. Kita tak hadir secara ajaib. Kita adalah bagian dari siklus kehidupan yang panjang, yang menunggu giliran untuk menempati setiap posisi kehidupan seperti orang-orang terdahulu. Kita adalah bagian kecil dari siklus, yang tanpa sadar waktu adalah penggerak siklus kehidupan yang mutlak Tuhan ciptakan. Kita seperti gerigi pada roda, menunggu giliran untuk berada di titik koordinat yang berbeda-beda.



***


Suatu hari nanti, kita akan menjadi manusia dewasa seperti orang tua kita; kelak merasakan ada di posisinya yang sulit, di waktunya yang lapang, di suasana hati bahagia dan di hari-hari terburuk dalam hidup.

Suatu hari nanti, kita akan menjadi orang tua untuk manusia-manusia kecil yang lahir dari rahim kita (perempuan); yang akan mencintai mereka bahkan sebelum kita bertemu dengannya, yang akan menyambut mereka dengan suka cita ke dunia yang fana ini, yang akan merawatnya serta mengajari banyak hal, yang akan mendidiknya agar menjadi manusia berakhlak, manusia baik yang dicintai Tuhan, manusia yang mampu membawa kebahagiaan untuk sekitarnya, manusia yang berbahagia dan merdeka.

Suatu hari nanti, kulit kencang yang kita miliki akan mengerut terkikis waktu dan menjadi manusia tua; sama seperti orang tua kita saat ini. Dan menyadari bahwa waktu adalah pembunuh kehidupan paling mutlak.

Serta harta yang paling berharga yang bisa kita miliki kelak adalah keluarga.




***



(nrlhdyn - 16/08/2018 12:04 PM)

You May Also Like

0 komentar