Tentang Pertambahan Usia

by - Agustus 21, 2018

Suatu petang dua gadis remaja asik berbincang mengenai "Sweet Seventeen" atau lebih tepatnya ulang tahun ke-17. Mendengar mereka berbincang, saya langsung tertarik pada topik itu sendiri. Pikiran saya menjelajah ke masa lampau pada satu per satu momen perayaan ulang tahun yang saya alami setiap tahunnya.

Kedua gadis remaja itu cekikikan. Sementara saya hanya tersenyum sembari mengingat setiap momen di hari ulang tahun saya.


***


(Source: Pinterest)


Saya ingat dulu pernah memakai gaun ala-ala putri raja, namun saya lupa warnanya. Pokoknya saya sangat menyukainya. Bapak dan Ibu membelikkannya entah kapan. Ada satu nasi kuning tumpeng besar yang khusus Ibu buat untuk menggelar acara syukuran atas bertambahnya usia putri semata wayangnya. Mungkin sekitar ulang tahun ke-8 atau ke-7, saya tak begitu yakin. Saya bahagia sekali, meski perayaannya pada saat itu hanya berupa syukuran dan doa serta kumpul keluarga. Teman-teman? Seingat saya saat itu tak ada teman, baik teman main sekitar rumah maupun teman sekolah. Tidak. Hanya ada saya, Bapak, Ibu, Aa, Om, dan Kakek.

Perayaan ulang tahun yang sederhana, ya? Iya. Saya tak pernah benar-benar merayakan ulang tahun, sebenarnya. Perayaan berupa pesta atau semacamnya, bukan gaya saya. Sedari saya kecil, Bapak dan Ibu tak pernah menggelar pesta ulang tahun untuk anak-anaknya dengan meriah; mengundang banyak teman-temannya, penuh dengan makanan/kue-kue, balon yang bertebaran di mana-mana, musik dan hiburan yang menyenangkan untuk anak-anak, atau ritual menerima hadiah-hadiah dari teman-teman sebaya. Saya tak tahu mengapa mereka berbuat demikian, sementara para orang tua lain gemar sekali membuat pesta ulang tahun untuk anaknya semeriah mungkin. Terkadang pada saat itu saya ingin sekali mempunyai pesta ulang tahun semacam itu. Namun saya tahu bahwa Orang Tua tak cukup mampu untuk mengadakan pesta untuk saya yang hanya sekedar ingin merasakan euforia pesta ulang tahun.

Itulah mengapa hingga detik ini di usia saya yang ke-23 tahun, saya enggan untuk menggelar pesta ulang tahun. Hingga saya menganggap pesta di hari ulang tahun bukanlah hal penting. Hingga saya hampir menganggap hari ulang tahun saya tak berbeda dengan hari-hari lainnya dalam setahun.

Dan kamu tahu apa yang saya benar-benar pedulikan di hari ulang tahun? Hanya berkumpul, berdoa, dan berbahagia. Tak perlu dalam lingkup perayaan berupa pesta untuk merasa bahagia. Tak perlu ada kue ulang tahun serta kado-kado untuk merasakan euforia ulang tahun. Tak perlu dikelilingi puluhan orang untuk merasa penuh dan cukup. 

Mengingat. Mendoakan. Berkumpul.

Saya lebih suka melakukannya secara sederhana dan intim. Tak perlu ramai, selama saya merasa bahagia itu sudah lebih dari cukup.

Pertambahan usia pun untuk saya kini tak lagi hanya sekedar bertambah 1 angka setiap tahunnya, melainkan seharusnya manusia menjadi lebih baik lagi setiap tahunnya, seharusnya manusia berkembang, berpikir semakin waras untuk mempersiapkan segala kebaikkan yang akan dibawanya saat ajal menjemput.

Menjadi manusia yang lebih baik lagi dan lagi. Menjadi manusia yang pandai bersyukur. Menjadi manusia yang mampu merasa bahagia dan membahagiakan sekitarnya. Menjadi manusia yang taat akan Tuhan-nya.



***


Dan saya bersyukur setiap kali bertemu dengan hari ulang tahun; saya refleks membayangkan bagaimana saya bisa lahir ke dunia fana ini dan bagaimana saya secara utuh merasa dicintai dan membuat kebahagiaan kecil dalam keluarga saat itu, serta bagaimana cara saya bersyukur pada Sang Pencipta yang sudah berbaik hati memberi saya kesehatan serta rasa bahagia setiap hari dalam hidup.


Karena pada akhirnya, manusia akan meninggalkan dunia dan se-isinya serta apapun yang dimilikinya. Dan mungkin setelah saat itulah manusia benar-benar merasa hidup--akan hidup kekal--setelah kematian.










(nrlhdyn — 20/08/2018 23:39 PM)

You May Also Like

0 komentar