"Kenapa kamu menulis?"

by - Oktober 08, 2018

"Kenapa kamu menulis?"

Saya sering bertanya hal tersebut pada diri saya sendiri, mengingat akhir-akhir ini saya sudah jarang menulis disebabkan beberapa hal klise—kesibukkan sehari-hari—yang jujur saja sangat menyita waktu saya. Manusia selalu memiliki alasan alias excuse untuk tidak melakukan sesuatu, termasuk hamba yang hina ini. But seriously, saya memang sudah jarang meluangkan waktu untuk menulis. Hingga timbul pertanyaan "kenapa kamu menulis?"






(Source: Pinterest)



Sejujurnya bila boleh dikatakan, alasan saya menulis yang pertama adalah saya tak pandai berbicara apa yang saya rasa, apa yang ada di kepala saya, pun apa yang ingin saya ceritakan secara langsung. Ya, saya tak pandai dalam hal tersebut. Sewaktu saya kecil pun saya jarang bercerita kegiatan sehari-hari saya di sekolah atau di tempat bermain pada orang tua. Saya hanya ragu untuk menceritakannya, lagipula mereka tak pernah bertanya bagaimana hari yang telah saya lalui. Kemudian saya memilih menuliskannya di buku diary dan buku kumpulan puisi miliki saya. Terkadang saya cukup iri waktu itu—di saat anak-anak  lain gemar bercerita pada orang tuanya, saya justru lebih tertutup untuk bercerita pada orang tua. Hal tersebut rupanya berdampak hingga saya dewasa. Hingga saat ini saya hanya bisa bercerita pada orang tertentu yang sudah saya percayai—sangat saya percayai. 


Alasan saya menulis yang kedua adalah saya ingin 'didengar' oleh orang lain. I want to be heard. Saya ingin didengar. Didengar untuk dimengerti. Sebab sejak dulu saya selalu merasa manusia kebanyakan hanya ingin berbicara dan enggan untuk mendengar. Sehingga saya lebih memilih untuk menulis. Feel free to read me anytime by my writings. Feel free to get to know me.


Dan alasan lain mengapa saya tetap menulis hingga dewasa ini adalah, saya selalu bisa mengeluarkan kata-kata yang berputar-putar dalam kepala melalui tulisan. Terlalu banyak hal dalam kepala saya terkadang membuat stres sendiri. Saya bisa diam seolah sedang berpikir namun sebenarnya tak tahu apa yang sedang dipikirkan TAPI memang isi kepala saya sedang penuh dengan kata-kata entah apa. Kata-kata yang seringnya tak bisa saya tangkap dengan cepat dan jelas.


Menulis juga merupakan ajang berbagi cerita saya pada setiap orang yang mau membaca isi kepala saya. By the way, isi kepala saya cukup rumit hingga seringnya saya tak tahu apa yang saya pikirkan—persis seperti orang stres. Oleh karenanya tak jarang saya sulit untuk menemukan hal yang ingin ditulis. Apa ya? Saya juga pelupa orangnya. HAHAHA.



Kesimpulannya?

Is it nice to read me? Haha. Doakan saya untuk bisa selalu menulis, ya. Sebab saya baru menyadari sih akhir-akhir ini kalau ternyata writing is my self-healing. Bahkan sejak saya kecil, saya suka menangis sambil menulis mengeluarkan isi kepala sekaligus meluapkan emosi dalam dada. Kemudian setelahnya saya selalu merasa lebih baik. Menulis selalu bisa membuat saya merasa lebih baik. Menulis membuat saya seolah sedang bercerita pada diri sendiri, pada secarik kertas, pada layar kosong di depan mata.




You May Also Like

0 komentar