Jurnal #2 — Hari Tanpa Obat dan Coldplay

by - November 14, 2018

14 November 2018


finally it's the day. it's Coldplay film "A Head Full Of Dreams" finally OUT!

hari ini memang tak berjalan semulus biasanya. hari pertama tanpa obat (antibiotik dll). dan rasanya sungguh menyiksa. seperti biasa seusai sarapan sekitar pukul 9, kuminum obat. tapi kali ini hanya obat batuk cair yang kubawa, sebab obat-obat lain telah habis. sebenarnya paracetamol masih sisa 1 biji, tapi enggan aku minum karena berpikir sepertinya aku tak perlu-perlu amat dengan obat ini. surprisingly, menjelang adzan dzuhur kepala cenat cenut dan badan rasanya ngga karuan. ya, kupikir hanya sakit kepala sesaat sehingga aku memilih mengistirahatkan tubuhku bersandar di meja dan tertidurlah beberapa menit di sana. namun ternyata sakit kepala ini tak kunjung mereda.

pukul 1 siang lebih beberapa menit aku putuskan untuk memesan makanan untuk makan siang via Go Food. hanya butuh 20 menit menunggu, pesananku datang. tau sesuatu? aku makan dengan amat sangat lahap dan cepat. berasa ngga makan selama 1 minggu.

keadaan membaik namun demam masih terus mengganggu. aku tak ingin mengacaukan hari ini, sebab hari ini adalah satu-satunya hari dimana film Coldplay bertajuk "A Head Full Of Dreams" tayang di bioskop. jadi, aku ingin hari ini menjadi salah satu hari yang menyenangkan. 

sepulang kerja tentu saja badan langsung ambruk. badan panas tinggi. sakit kepala yang tak kunjung pergi. aku memutuskan istirahat sebentar sembari menunggu hujan reda. alhamdulillah hari ini hujan dan hujannya tak terlalu besar. 






Coldplay is totally insane. melihat filmnya yang berisikan perjalanan mereka selama 20 tahun berkarya membuatku berpikir bahwa semuanya tak ada yang instan. semuanya memiliki proses dan perjalanannya masing-masing. semuanya memiliki ups and downs dalam hidup mereka. it's so good.

selepas menonton Coldplay badanku kembali merasa tak karuan. it's getting hotter than before. makan nasi goreng di pinggir jalan pukul setengah sepuluh malam pun sudah tak karuan rasa. nasi di piringku tak habis. aku terlalu malas untuk memakannya sebab rasa tak nyaman di badan lebih mendominasi.

kami berbincang banyak tentang penyakitku dan bagaimana aku diperlakukan di rumah. dia berkata bahwa tubuhku sudah mencapai limitnya. everybody has their own (health) limit. tentang bagaimana aku membutuhkan uang untuk biaya pemeriksaan kesehatanku serta pembelian obat-obatan yang nanti harus kukonsumsi, namun gaji dari kantor tak kunjung cair. dia mengusulkan untuk membongkar celengan plastiknya untuk biaya pengobatanku, namun aku bersikeras melarangnya. sebab apa yang ada dalam celengan plastik itu adalah modal kami untuk menuju jenjang berikutnya dalam suatu hubungan.

uangku di dompet tersisa 400 ribu rupiah di dalam dompet untuk keperluan sehari-hari. dan aku butuh untuk memeriksakan kesehatanku lagi. biaya sewa kamar (kost) pun belum mampu aku bayar padahal sudah mendekati tanggal bayar.

terkadang, aku memiliki ketakutan; bahwa apa yang kuderita ini tak akan sembuh, sebab aku membiarkannya (karena masalah keuangan). aku takut tak memiliki waktu lagi untuk melihat senyumnya, untuk kembali mengelilingi indonesia bersamanya, untuk kembali melihat raut wajah bahagianya. aku takut tak memiliki waktu untuk membahagiakan ibu dengan mengukir senyum di wajahnya. aku takut tak memiliki waktu untuk merayakan pernikahanku kelak. entahlah. hal-hal tersebut terngiang di benakku kala malam aku ingin memejamkan mata, sembari merasakan panasnya tubuhku dibalik selimut.






aku hanya ingin Tuhan menguatkan raga dan mentalku untuk melalui akhir 2018 yang sangat sulit ini. sebab, aku harus kuat dan bersabar untuk bisa melalui semua. untuk siapa? untuk orang-orang di luar sana yang menyayangiku, terutama untuk diriku sendiri.








(nrlhdyn — 14/11/2018)

You May Also Like

0 komentar