Jurnal #10 — Sebuah Keberanian

by - Desember 12, 2018

12 Desember 2018



should i be braver next time? to speak what's on my mind and everything i believe in?






kegiatan sehari-hari belakangan ini tampak menjemukkan. minggu ini adalah minggu terakhir efektif masuk kantor kemudian dua minggu ke depan termasuk ke dalam minggu yang lengang kegiatan kantor. mudah-mudahan sih begitu, ya. harus banget kayaknya menyiapkan 'amunisi' untuk menghadapi dua minggu yang lengang nanti. hihi. sombong sekali.. (*amunisi = buku bacaan)


malam ini adalah malam yang cukup mengejutkan. malam ini, aku beradu argumen dengan ibu mengenai suatu hal yang kurasa tak perlu terlalu diperdebatkan. aku sendiri masih merasa terkejut atas keberanian mulut lancangku menyuarakan apa yang menjadi pemikiranku, hal-hal apa yang kuyakini, menjelaskan bagaimana diriku sebenarnya, dan apa saja yang kuinginkan untuk saat ini demi menunjang kesehatanku. mungkin baginya hal-hal tersebut tak terlalu penting. mungkin baginya aku hanyalah bocah yang belum mengenal asam-garam dunia yang fana dan penuh intrik ini. atau mungkin, ia perpikir bahwa aku hanyalah bocah sok pintar dengan pendidikan yang pas-pasan. entahlah.


ketika kami memiliki pendapat yang berbeda, sebenarnya aku tak mau ambil pusing mempermasalahkannya dengan cara berdebat atau lainnya. tapi, hal yang dibicarakan malam ini intinya adalah perihal penyebab mengapa aku bisa terjangkit penyakit ini yang sedang kuderita, yang mana sebenarnya aku sudah tak mau mencari-cari alasannya sebab aku hanya ingin fokus pada proses penyembuhannya sampai penyakit ini benar-benar hilang dan aku sembuh total. hanya itu.
penyebabnya aku sudah tahu. aku tak ingin mengait-ngaitkannya dengan hal lain. namun ia bersikukuh bahwa ada hal-hal lain di luar nalar yang menjadi penyebabnya. aku tak peduli. aku tak mempercayai itu. 


beliau terus saja bicara A sampai Z mengenai penyebab di luar nalar itu. tentu saja aku muak, sebab sadar tak sadar kalimat-kalimatnya bisa menjadi racun untuk batinku, untuk alam bawah sadarku. hingga akhirnya aku angkat bicara.


aku angkat bicara bahwa aku sudah tak lagi memikirkan penyebab dari sebuah musibah ini, aku ingin fokus pada kesehatan, aku memintanya untuk berhenti bicara di luar nalar beserta kemungkinan-kemungkinannya, aku menjelaskan bagaimana diriku mengatasi segala hal negatif, menyelesaikan permasalahan, menjelaskan bagaimana aku memiliki mood swings yang sangat mengganggu tapi tak dapat kuhilangkan, bagaimana alam bawah sadarku bekerja merekam perkataan dan perilaku yang pernah kuterima—sebagian ada yang menjadi inspirasi sekaligus motivasi untukku, namun sebagian lain ada yang menjadi racun untuk diriku sendiri.


aku hanya tak ingin mendengar hal-hal negatif, sebab disadari atau tidak, hal tersebut akan bercokol dalam kepalaku kemudian merusak semua hal-hal positif yang susah payah kupertahankan. berharap saja orang-orang akan mengerti dan tak lagi menggangguku dengan hal-hal negatif. 


selama beberapa tahun sejak aku sudah mengerti banyak hal dalam hidup, aku tak memiliki keberanian lebih untuk menyuarakan 'suaraku' padanya, terlebih bila 'suaraku' bernilai kontra dengan pendapat/prinsip yang orang lain anut.
alasannya sederhana; aku takut 'suaraku' menyakiti perasaannya, melukai hatinya, terlebih mungkin sikap yang kutunjukkan saat mengungkapkan pendapatku sangatlah tidak akan enak. baru kali ini kukeluarkan 'suaraku', mengukapkan apa yang sebenarnya aku pikir dan rasakan. 


menjelaskan pada orang lain tentang kisah hidupmu dan segala perasaan serta pilihan-pilihan yang kamu rasakan dan kamu ambil adalah hal yang benar-benar sangat melelahkan, terlebih bila mereka memiliki prinsip, cara berpikir, atau karakter yang berbeda denganmu. disadari atau tidak, kamu akan dihakimi bukan dipahami, kamu akan dianggap terlalu berlebihan bukan dianggap sebagai suatu kewajaran, kamu akan dianggap 'berbeda' hingga mereka perlahan-lahan akan membentangkan jarak tak kasat mata.


perlahan-lahan aku akan mencoba berani menjadi diriku seutuhnya di tengah kerumitan karakter yang tengah kualami. i won't lose myself. maybe i just need to be brave enough to be 'me' in better way. should i?








(nrlhdyn — 12/12/2018 10:25PM)

You May Also Like

0 komentar